Manajemen pendidikan anak di lingkungan keluarga dan permasalahannya - Keluarga merupakan unit terkecil dari komunitas masyarakat di suatu tempat. Oleh alasannya yaitu itu sanggup dikatakan, bergotong-royong basis pendidikan anak yaitu lingkungan keluarga. Proses dan administrasi pendidikan anak dimulai di lingkungan keluarga, sebelum anak memasuki proses pendidikan berikutnya di forum sekoalah.
Ilustrasi keluarga banyak anak (pexels.com)
Keluarga termasuk salah satu bentuk pendidikan non formal. Manajemen pendidikan anak di lingkungan keluarga akan berbeda dengan pendidikan formal. Salah satunya disebabkan lantaran di lingkungan keluarga tidak terdapat kurikulum tertentu sebagaimana lazimnya di forum pendidikan sekolah.
Konsep dan administrasi pendidikan di lingkungan keluarga berlangsung dalam dimensi waktu dan kawasan tanpa batas. Gurunya yaitu kedua orangtua dan orang cukup umur yang ada di rumah tangga.
Sebagai guru, orangtua tidak memerlukan kurikulum dalam mendidik anak. Selain itu orangtua tidak akan mengajar melainkan mendidik anak dalam prosentase yang lebih besar. Namun demikian dalam prosesnya perlu administrasi pendidikan anak di lingkungan keluarga.
Pola dan model keteladanan
Manajemen pendidikan anak di lingkungan keluarga terwujud dalam bentuk contoh dan model tertentu. Hal yang sudah lazim dalam pendidikan anak menyerupai diketahui orangtua yaitu contoh dan model keteladanan.
Model dan contoh keteladanan ini menjadi penting dalam pengembangan abjad anak. Melalui pemodelan keteladanan berdasarkan contoh tertentu, orangtua sanggup menyebarkan abjad disiplin dan rajin belajar, misalnya.
Artinya pengembangan abjad tersebut tidak akan efektif tanpa diiringi sikap dan tingkah laris disiplin dan kebiasaan berguru dari kedua orangtua.
Pembiasaan sesuatu yang baik dilakukan anak perlu pengarahan dan model dari orangtua. Dengan demikian anak akan paham bila model yang ditunjukkan orangtua memang bermanfaat dan patut dijalankan oleh anak.
Pengawasan dan toleransi
Pengawasan terhadap anak tidak sebagaimana lazimnya pada forum sekolah. Pengawasan terhadap anak selama berada di rumah diiringi oleh sikap toleransi orangtua.
Orangtua perlu mengingatkan anak dikala mereka terlalu asyik dengan gadget atau menonton siaran televisi. Namun demikian orangtua perlu mengajak anak menonton bersama anak dengan pilihan siaran yang baik. Mendengarkan musik bersama sambil menawarkan kode perihal musik yang sedang didengar.
Ketika anak belajar, orangtua berperan penting dalam mendampinginnya. Mendampingi disini tidak mesti duduk di akrab mereka melainkan menyediakan kemudahan dan keperluan berguru serta motivasi belajar.
Anak dua versus anak banyak
Slogan dua anak cukup, sudah sering kita dengar dan itu berlangsung semenjak tahun 1970-an. Slogan ini disosialisasikan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Bahkan untuk menunjang keberhasilan aktivitas ini pemerintah waktu itu telah mengeluarkan uang cuilan Rp. 5,- bergambar logo Keluarga Berencana (KB). Tujuan aktivitas ini diantaranya yaitu meningkatkan kesehatan ibu dan anak, membatasi jarak melahirkan, serta meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Anak cukup dua, slogan ini secara logika sanggup diterima kebijaksanaan sehat. Dengan mempunyai 2 anak, pendidikan dan pelayanan perhatian serta kasih sayang terhadap anak akan terjamin.
Dengan demikian, pendidikan anak lebih terjamin. Bahkan dengan anak hanya dua, berpeluang menjadi anak yang berprestasi di sekolah dan membanggakan orangtua. Selain itu para orangtua tidak direpotkan oleh anak, baik dalam pengasuhan, pelayanan kasih sayang maupun biaya pendidikan.
Namun skenario anggun itu, adakala berseberangan dengan kenyataannya, apalagi di zaman sekarang. Memiliki hanya dua anak, adakala bagai mempunyai 5 orang anak. Hal ini jawaban administrasi pendidikan anak yang diterapkan belum efektif.
Sebaliknya, justru yang mempunyai anak banyak adakala terlihat lebih menyenangkan. Anak-anak mereka terlihat bersikap baik dan berprestasi di sekolah. Salah satunya lantaran administrasi pendidikan yang baik di lingkungan keluarga.
Keasadaran dan kepedulian
Orangtua yang mempunyai anak banyak, telah mempunyai kesadaran dan kepedulian super ekstra semenjak awal. Kesadaran dimaksud yaitu kesiapan mental bahwa mempunyai anak banyak akan mendatangkan resiko yang lebih besar.
Biaya kebutuhan harian dan pendidikan anak tentu lebih banyak. Pengasuhan dan pengawasan, serta pelayanan kasih sayang akan lebih merepotkan.
Namun kesiapan diri disertai dengan keikhlasan mendapatkan segala resiko punya anak banyak, justru menciptakan orangtua mempunyai kepedulian dan perhatian besar terhadap anak dan pendidikannya.
Misalnya, orangtua yang mempunyai banyak anak, menyadari dan bersedia menyediakan banyak waktunya untuk memperhatikan dan menawarkan kasih sayang pada anaknya. Bahkan ada orangtua yang mengorbankan pekerjaannya demi memusatkan perhatian pada anak.
Orangtua demikian menyadari bahwa riski itu dari Allah SWT sedangkan orangtua berusaha mencari riski itu dengan cara yang baik. Orangtua demikian juga berharap supaya amanah untuk merawat banyak anak akan menerima ridho dari Allah SWT.
Sebaliknya, keikhlasan orangtua dan ridho dari Allah SWT berbuah manis. Anak mempunyai sikap dan sikap baik, menyadari situasi dan kondisi orangtuanya (tau diri), serta berprestasi cukup membanggakan dan menyenangkan hati orangtua. Hal ini lantaran anak menyadari betul bagaimana kesulitan orangtuanya.
Disisi lain, kesulitan orangtua membiayai anak banyak; kebutuhan harian dan biaya pendidikan, justru menjadi motivasi bagi orangtua mendidik anak di rumah tangga. Hidup yaitu risiko oleh alasannya yaitu itu risiko itu harus dihadang dan dijalankan.
Orangtua bau tanah hanya menjalankan amanah untuk mempunyai banyak anak dan mengusahakan riski yang sudah ditentukan oleh Allah SWT. Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang di kemudian hari.