Sunday, 17 March 2019

Pasti Dapat Gadis Manis Murid Pak Guru

Andri memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Kini tubuhnya miring, menghadap ke arah cermin hias yang tergantung dinding kamar kostnya. Matanya tak sengaja menatap gelang biru yang tergantung di paku, persis di bawah cermin hias itu.


 memutar tubuhnya sembilan puluh derajat PASTI BISA Gadis Cantik Murid Pak Guru
Ilustrasi gadis manis murid pak guru (pixabay.com)

Gelang biru itu telah menggerakkannya untuk bangun dari daerah tidur. Kemudian meraih gelang biru kenang-kenangan dari muridnya itu
“Marsita…”
 Tak sengaja bibir Andri menyebut nama yang tertulis di gelang biru itu. Tiba-tiba wajah murid manis itu kembali bersarang di angan-angannya. Seorang murid manis di kelas yang diajarnya saat praktek pengalaman lapangan di sebuah SMP.
 “Pak…, tunggu…!”
Seorang siswa wanita berteriak memanggil seraya mempercepat langkah mengejar langkah gurunya. Guru muda itu menghentikan langkahnya, kemudian menoleh ke belakang.
 “Ada apa, Marsi?” tanya Andri
“Bapak sibuk, ya?”
“Hm, enggak juga. Emanngnya kenapa?”
“Boleh minta waktu untuk bicara dengan bapak?”
“Tentu saja boleh. Hm, tampaknya penting banget,”
“Dibilang penting, enggak. Di bilang ndak penting… entahlah..”
“Baiklah, kita ke bawah pohon itu, semoga nyaman ngomongnya..” ujar Andri seraya melangkah menuju pohon mangga yang rimbun di pekarangan sekolah.
Sampai di bawah pohon mangga, Marsita tak bicara apa-apa. Sementara itu Andri juga diam. Menunggu apa yang disampaikan Marsita.
“Pak….?’ Marsita nampak ragu-ragu.
“Iya…, kau mau ngomong apa…?”
Marsita membisu lagi.
“Tidak usah malu, ngomong saja…” desak Andri.
“Usai program perpisahan ini, bapak enggak akan kesini lagi ya?”
“Hm, mungkin…”
Marsita merongoh saku roknya. Kemudian mengeluarkan sebuah benda melingkar berwarna biru.
“Pak…, terimalah gelang biru ini sebagai kenang-kenangan dari murid yang pernah bapak ajar,” ujar Marsita dengan bunyi terbata-bata seraya menyodorkan gelang itu pada tangan Andri.
Andri menyambut gelang biru itu dari muridnya. Namun guru PL itu mendadak terdiam saat Marsita pergi begitu saja sesudah menunjukkan gelang berwarna biru itu.
Andri hanya geleng kepala.
*****
Lamunan Andri buyar. Ia menghela nafas. Perlahan kembali meletakkan gelang berwarna biru itu kembali pada paku gantungan di bawah cermin hias.
Entah mengapa wajah Marsita selalu hadir dalam angannya. Seorang siswa manis namun cerdas. Tapi entah kapan lagi akan berjumpa dengan Marsita nun jauh di sekolah sana.
Satu-satunya kenang-kenangan dari siswa yang masih tersisa hanyalah gelang berwarna biru tunjangan Marsita.
Waktu satu semester untuk praktik mengajar terasa begitu cepat berlalu. Ia gres menyadari saat program perpisahan dengan mahasiswa PL. Ternyata mengajar itu pekerjaan yang menyenangkan.
Waktu bergulir begitu cepat lantaran selalu bergaul dengan anak didik. Tidak hanya di ruang kelas dalam aktivitas berguru mengajar tatap muka. Mendampingi siswa berkegiatan ekstrakurikuler tak kalah asyiknya.
Jadi guru PL saja sudah mengasyikkan apalagi jadi guru benaran. Oleh alasannya ialah itu Andri bertekad untuk menuntaskan perkuliahannya sempurna pada waktunya.
 “Jika saya wisuda nanti dan berhasil jadi guru benaran, niscaya  akan kucari kembali kau Marsita, meskipun suasananya mungkin sudah jauh berbeda,”.kata Andri membatin.

No comments:

Post a Comment