Sahabat Edukasi yang berbahagia….
Simposium pendidikan merupakan sebuah pertemuan dengan beberapa pembicara kompeten yang mengemukakan beberapa aspek yang terkait dengan pendidikan untuk menerbitkan beberapa hasil yang tentunya berkhasiat dalam upaya peningkatan kualitas ataupun mutu pendidikan di Indonesia.
Oleh lantaran itu, sehubungan dengan simposium pendidikan yang diselenggarakan oleh Kemendikbud RI tahun 2015 ini, berikut isu selengkapnya dari Ditjen Dikdas :
Salah satu materi yang dibahas dalam Simposium Pendidikan Nasional yakni Mutu dan Kurikulum Pendidikan Nasional. Materi ini merupakan satu dari enam materi lain di bawah tema “Membumi-landaskan Revolusi Mental dalam Sistem Pendidikan Indonesia”, yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transformasi Pendidikan (KMSTP), pada 24-25 Februari 2015, di Gedung Ki Hadjar Dewantara, Kemdikbud, Senayan, Jakarta.
Sebagaimana termaktub dalam salah satu materi diskusi Simposium Pendidikan Nasional dengan judul “Mutu dan Kurikulum Pendidikan Nasional”, disebutkan bahwa Kurikulum 2013 telah menuai polemik lantaran dinilai masih kurang sempurna. Salah satu rekomendasi dalam materi diskusi ini yakni pengkajian ulang Kurikulum 2013.
Melihat hal tersebut, Dr. Hery Widiyastono, salah satu penerima Simposium Pendidikan Nasional dalam kelompok Mutu dan Kurikulum Pendidikan Nasional, menyampaikan bahwa polemik itu merupakan hal yang wajar.
“Bagi kami, tim pengembang kurikulum, itu tidak masalah. Di negara maju sekali pun, hal itu gres mapan sehabis 3 tahun. Tahun pertama dan kedua itu memang masih goyah,” ujar Hery, yang merupakan Kepala Bidang Kurikulum dan Perbukuan Pendidikan Menengah, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud, ketika jeda diskusi di Gedung Ki Hadjar Dewantara Komplek Kemdikbud, Selasa, 24 Februari 2015.
Hery menyebutkan, ada beberapa alasannya yakni yang memicu polemik seputar Kurikulum 2013. Pertama, guru belum membaca dokumen secara utuh. Kedua, guru sudah membaca tapi tidak paham; dan ketiga, atau lantaran dokumen kurikulumnya yang tidak sempurna.
“Nah, mudah-mudahan yang ikut di sini, itu sudah membaca dokumen secara utuh, sehingga ketidakpahamannya itu bukan lantaran tidak membaca, namun lantaran dokumennnya yang perlu disempurnakan,” ujar Hery.
Simposium dan Keterlibatan Publik
Pada masa kepemimpinan Anies Baswedan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ketika ini, keterlibatan publik mempunyai ruang yang sangat lebar. Ini sanggup dilihat pada Simposium Pendidikan Nasional yang akan berakhir pada esok hari, Rabu, 25 Februari 2015.
Pada simposium ini, perwakilan masyarakat diajak diskusi membahas hal-hal strategis menyerupai Akses dan Keterjangkauan, Anggaran Pendidikan, Revitalisasi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Mutu dan Kurikulum Pendidikan Nasional, Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Guru, serta Penataan dan Pemerataan Guru.
Perwakilan masyarakat tersebut yakni Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transformasi Pendidikan (KMSTP), yaitu kumpulan organisasi masyarakat sipil yang melaksanakan kerja dan advokasi untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. KMSTP terdiri dari Indonesian Corruption Watch (ICW), Article 33 Indonesia, Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK), Paramadina Public Policy Institute (PPPI), Pattiro, dan NEW Indonesia.
Mengenai keterlibatan publik ini, Anies Baswedan menyampaikan bahwa pendidikan sebagai sebuah gerakan membutuhkan keterlibatan publik.
“Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara sadar melaksanakan pelibatan publik dalam bahu-membahu mengurusi pendidikan di negeri ini. Pelibatan publik juga penting untuk memperkuat efektivitas birokrasi pendidikan,” kata Mendikbud yang hadir pada Simposium Pendidikan Nasional bersama para pejabat eselon I dan eselon II Kemdikbud.
Sementara itu, perwakilan dari KMSTP, Febri Hendri, menyampaikan bahwa penyelenggaraan Simposium Pendidikan Nasional ini merupakan sejarah keterlibatan masyarakat sipil, yang sanggup berinteraksi secara eksklusif dengan jajaran pejabat Kemdikbud.
“Kami mengapresiasi inisiatif Mendikbud yang membuka ruang bagi masyarakat untuk ikut terlibat dalam proses kebijakan berskala nasional ini,” kata Febri Hendri, yang merupakan Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesian Corruption Watch (ICW). (M. Adib Minanurohim).
Untuk melihat 6 hasil rekomendasi simposium pendidikan tahun 2015 selengkapnya silahkan klik pada links berikut. Semoga bermanfaat dan terimakasih... ...!
No comments:
Post a Comment