Thursday, 10 December 2020

Lebih Cendekia Dongeng Inspiratif Dedikasi Seorang Guru Di Kawasan Perbatasan, Tni Pun Ikut Mengajar Di Sekolah Ini

Sahabat Edukasi yang berbahagia…

Berikut salah satu dongeng dari seorang guru inspiratif seorang yang mengabdikan hidupnya dengan mengajar di kawasan perbatasan tepatnya di kawasan perbatasan antara NKRI dengan Malaysia. Bahkan, Tentara Nasional Indonesia yang bertugas menjaga keamanan pun ikut membantu mengajar di sekolah.

Silahkan disimak informasi selengkapnya yang admin kutip dari http://enciedelweiss.blogspot.com ini, semoga sanggup menambah wangsit dan motivasi bagi kita semua…

Ibu Marsiani, Satu-Satunya Guru Yang Mengajar di SD Filial 09

Nunukan merupakan salah satu Kabupaten yang berada di wilayah Kalimantan Timur berada di kawasan perbatasan yang sangat bersahabat sekali dengan Negara tetangga Malaysia. Batas dengan Malaysia bukan lagi berupa laut, tetapi darat yang sangat gampang ditempuh.

Bahkan, salah satu kaki kita sanggup berada di Indonesia dan satu kaki kita lainnya sanggup berada di wilayah Malaysia, ibarat di Desa Ajikuning Kecamatan Sebatik Tengah. Bukan hanya itu, disana juga terdapat kebun dan rumah warga Indonesia yang sebagian rumahnya masuk dalam wilayah Malaysia.

Perbatasan yang seharusnya menjadi beranda depan pertahanan Kesatuan Republik Indonesia justru mempunyai kehidupan yang serba terbatas. Salah satunya ialah sekolah. Di Desa Sekaduyan Taka Kecamatan Seimanggaris, terdapat sebuah SD Filial 09 Sei Fatimah yang hanya mempunyai atap pada bangunannya, juga hanya mempunyai satu orang guru, Ibu Marsiani semenjak sekolah ini berdiri pada tahun 2006.

Sekolah ini terpaksa harus dibantu oleh Tentara Pos PAMTAS (Pengamanan Perbatasan) Sei Ular sebab kurangnya tenaga pengajar.

Sekolah ini berstatus Filial yang mempunyai arti menginduk. Induk sekolah ini berada di SDN 09 Sei Fatimah terletak di Kabupaten Nunukan yang sangat jauh jaraknya.

Tentara Pos Pamtas Sei Ular Membantu Mengajar Di SD Filial 09

Januwahyu seorang Tentara Nasional Indonesia SATGAS PAM-TAS Sei Ular yang sehari-hari ikut membantu mengajar di SD Filial 09, biasanya dia ikut berjalan bersama siswa pulang ke rumah yang letaknya di belakang POS PAM-TAS.

Tak jarang siswa tidak sanggup pergi sekolah sebab harus membantu orang tuanya berkebun. Meski demikian tidak sedikit siswa yang mempunyai semangat tinggi berjalan kaki sejauh 5 Km menuju sekolah jikalau tidak truk yang lewat untuk ditumpangi. Karena sekolah ini berstatus menginduk, maka siswa kelas 6 harus bersekolah diinduknya yaitu di Nunukan sebab akan melakukan ujian akhir.

Ujian selesai tidak sanggup dilaksanakan di sekolah Filial. Karena itu, tidak semua siswa sanggup melanjutkan kejenjang kelas 6 SD. Hal ini dipengaruhi juga oleh faktor ekonomi keluarga. Jika melanjutkan ke jenjang kelas 6 SD maka diharapkan biaya komplemen untuk kost selama bersekolah di Nunukan.

Januwahyu, salah seorang Tentara Pos PAMTAS Sei Ular yang membantu mengajar disekolah ini menyampaikan bahwa minimnya kemudahan sekolah menjadi salah satu alasan siswa enggan kesekolah. Jarak yang jauh antara rumah dan sekolah, ditambah minimnya kemudahan sekolah menghilangkan semangat siswa untuk pergi sekolah.

Januwahyu seorang Tentara Nasional Indonesia SATGAS PAM-TAS Sei Ular yang sehari-hari ikut membantu mengajar di SD Filial 09, biasanya dia ikut berjalan bersama siswa pulang ke rumah
yang letaknya di belakang POS PAM-TAS

Selain SD Filial 09 Sei Fatimah, di Kecamatan Seimanggaris juga tepatnya Desa Tabur Lestari, terdapat sebuah sekolah yang masih berada di kolong rumah seorang warga. Seorang warga merelakan kolong rumahnya untuk dijadikan sekolah, sebab sekolah induknya berada jauh disebrang sungai yang harus ditempuh dengan memakai bahtera ketinting. Berbagai kekhawatiran orang renta terlebih mereka yang mempunyai anak usia sekolah kelas 1, 2, dan 3 jikalau harus menyebrang sungai untuk sekolah.

Maka didirikanlah sekoalah diwilayah mereka yang masih menumpang dikolong rumah seorang warga semoga anak mereka usia sekolah dasar tidak perlu lagi menyebrang sungai.

Meski demikian, dilema tak berhenti hingga disitu. Karena, jikalau turun hujan, siwa tetap tidak sanggup pergi kesekolah sebab jalan yang licin. Biasanya, jikalau hingga pukul 09.00 WITA hujan tidak juga reda, maka sekolah dinyatakan libur secara otomatis.

Perahu Ketinting, Sarana Transportasi Sekolah

Selain itu, terdapat permasalahan lain siswa-siswa usia sekolah yaitu perjodohan usia dini. Perjodohan usia dini masih terjadi di masyarakat dayak ibarat di Desa Kalun Sayan, Desa Tinampak I, Desa Salang, Desa Naputi, Sekikilan, dan Desa-Desa lainnya di Kecamatan Tulin Onsoi.

Meskipun Kepala Adat Suku Dayak Agabag (Mayoritas Dayak di Kecamatan ini ialah Dayak Agabag) telah menyatakan bahwa perjodohan usia dini sudah tidak ada lagi dan usia ijab kabul diadaptasi dengan ketetapan pemerintah, tetapi nyatanya guru sering kehilangan muridnya yang begitu ditemukan ternyata telah dinikahkan. Perjodohan ini bahkan dilakukan semenjak dalam kandungan, sehingga dikala lulus sekolah dasar sudah dinikahkan.

Mungkin, jikalau belum dijodohkan siswa masih mempunyai impian tinggi untuk terus bersekolah. Kenyataan bahwa begitu dipandang besar sedikit boleh dinikahkan mungkin saja meruntuhkan semua mimpi dan angan perempuan dayak untuk mengejar cita.

Noviana, sorang siswa Sekolah Menengah Pertama menyampaikan bahwa dirinya berkeinginan untuk sanggup kuliah. Mungkin hal yang sama juga terbesit di hati belum dewasa Dayak lainnya. 

No comments:

Post a Comment